Selasa, 22 Juli 2008

Apakah anda sudah siap di PHK

Seorang Chief Operating Officer sebuah perusahaan ternama dunia hari
> itu datang kekantornya yang megah tepat jam 7 pagi. Sang pemilik
> perusahaan memasuki ruang kerjanya tak lama kemudian. Setelah
> berbasa-basi sedikit, beliau berujar;"My friend," katanya. "Aku
> bangga dengan hasil kerjamu selama ini," lanjutnya. Sang CEO tentu
> saja bahagia mendengar pujian bossnya itu. "Namun," lanjut si boss.
> Kali ini, hati CEO itu mulai dihinggapi tanda tanya besar. "Para
> stakeholders kita menginginkan untuk menggantikanmu dengan seseorang
> yang lebih baik....." Saat itu juga, pagi yang cerah seakan-akan
> berubah menjadi gelap gulita sambil sesekali dikilati cahaya dari
> bunyi petir dan gelegar halilintar yang membuat jiwa bergetar. Sang
> CEO hanya bisa terpana. Seolah tidak percaya pada apa yang baru saja
> didengarnya. Seandainya, berita itu tidak ditujukan kepada CEO yang
> sedang kita bicarakan itu. Melainkan kepada anda. What are you going
> to do?
>> Boleh jadi anda mengira bahwa percakapan diatas itu sekedar rekaan
> belaka. Tapi, jika anda mengikuti perkembangan dunia bisnis
> internasional akhir-akhir ini; anda akan menemukan bahwa pembicaraan
> semacam itu sungguh-sungguh terjadi didunia nyata. 'Korbannya'?
> Banyak. Mulai dari orang nomor satu di bank terkemuka. Pemimpin
> perusahaan farmasi tercanggih. Hingga raksasa minuman berbahan dasar
> kopi yang aroma ketenarannya sampai kesini. Bahasa politik boleh
> mengatakannya dengan halus, semisal; pensiun dini atau golden shake
> hand. Tetapi, dalam bahasa kita; itu tidak beda dengan tiga huruf
> mengerikan bernama P. Dan H. Dan K. Sounds familiar, right? Yes,
> that PHK.
>> Anda tentu masih ingat kisah tragis legendaris yang menimpa kapal
> pesiar Titanic yang tenggelam pada tanggal 14 April 1912. Peristiwa
> itu diperkirakan menelan 1,500 korban jiwa. Para ahli mempercayai
> bahwa faktor utama yang menyebabkan banyaknya jumlah korban jiwa
> bukanlah semata-mata tenggelamnya kapal tersebut, melainkan;
> kurangnya jumlah sekoci yang ada dikapal itu dibandingkan dengan
> jumlah penumpang yang ada. Mereka begitu yakin bahwa Titanic tidak
> bisa tenggelam. Jadi, mengapa harus menyediakan sekoci? Konon,
> ketika perisiwa itu terjadi; sesungguhnya masih banyak waktu untuk
> melakukan penyelamatan. Namun, karena jumlah sekoci penyelamat hanya
> sedikit, hanya sebagian kecil saja yang bisa diselamatkan.
>> Dalam kehidupan kerja pun kita sering berpikir seperti itu. Kita
> begitu yakin bahwa kapal yang kita gunakan untuk mengarungi samudera
> dunia kerja ini tidak akan tenggelam. Sehingga kita tidak merasa
> penting untuk memiliki sekoci. Tetapi, berapa banyak sudah
> perusahaan yang gulung tikar dan kemudian tenggelam seperti halnya
> Titanic? Jika kita boleh berkata tanpa sensor, sesungguhnya dunia
> kerja kita lebih beresiko daripada Titanic. Apa yang terjadi pada
> Titanic adalah musibah bagi semua penumpang. Semua orang menghadapi
> masalah yang sama. Sebab; orang baik tidak ditendang keluar dari
> kapal. Tetapi, dalam sebuah perusahaan; sudah sering terjadi seorang
> karyawan ditendang keluar dari bahtera perusahaan semudah itu.
> Seperti peristiwa yang menimpa sang CEO diatas itu.
>> Jika itu bisa terjadi kepada pimpinan puncak sebuah perusahaan; maka
> tidak heran jika bisa dengan sangat gampangnya menimpa karyawan
-> karyawan dilevel lainnya. Ya. Tentu saja. Anda sudah tahu itu.
> Bahkan mungkin sudah banyak teman anda yang terkena PHK juga.
> Sayangnya, saat ini pun kita masih begitu yakinnya untuk mengatakan
> bahwa kita tidak akan mengalami nasib seperti itu. Sungguh, tidak
> ada yang menjaminnya. Sebab, bagaimanapun juga itu bisa menimpa
> siapa saja. Karyawan yang jelek. Karyawan yang bagus. Karyawan
> dilevel manapun juga. Direktur? Sudah banyak direktur yang terkena
> PHK juga, bukan?
>> Seseorang menganggap saya ini terlampau pesimis dalam memandang masa
> depan pekerjaan. Saya bilang;"Ada bedanya antara sikap pesimis
> dengan sikap antisipatif. Seseorang yang pesimis, memandang dari
> sisi negatif, dan dia tidak melakukan apa-apa untuk mempersiapkan
> dirinya, kecuali memelihara perasaan was-was. Sedangkan, orang yang
> antisipatif, memandang sebuah resiko secara rasional dan
> proporsional. Lalu dia mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi
> sulit jika terjadi sewaktu-waktu. "
>> PHK adalah resiko kita sehari-hari. Kita tidak perlu terlampau
> percaya diri dengan mengatakan bahwa hal itu tidak akan pernah
> terjadi pada kita. Atau sebaliknya terlalu takut jika mengalaminya.
> Sebab, selama kita 'mempersiapkan diri kita untuk menghadapi
> kemungkinan itu,' maka yakinlah bahwa masa depan kita akan baik-baik
> saja. Paling tidak, kita tidak terlampau syok, jika itu benar-benar
> terjadi. Dan yang lebih penting dari itu adalah; memulai
> mempersiapkan 'sekoci' itu dari saat ini. Sekoci yang selalu siap
> digunakan jika sewaktu-waktu kita membutuhkannya.
>> Begitu beragamnya reaksi orang ketika terjadi PHK. Ada yang panik.
> Ada yang biasa-biasa saja. Ada pula yang senang alang kepalang. Ada
> orang yang mendapatkan 'golden shake hand' tetapi hatinya miris dan
> menghadapi dunia didepannya dengan tatapan pesimis. Ada yang
> mendapatkan uang pesangon sekedar sesuai dengan peraturan yang
> tertuang dalam undang-undang; namun, memandang masa depannya dengan
> antusias dan optimis. Mengapa sikap mereka bisa beda begitu ya?
> Ternyata, orang-orang yang sudah 'mempersiapkan' dirinya untuk
> situasi sulit seperti itu lebih bisa menghadapi kenyataan itu.
> Mereka melihat sisi terangnya. Dan mereka menemukan bahwa; itu
> bukanlah akhir dari segala-galanya.
>> Beberapa waktu lalu saya mendapatkan email dari seorang teman yang
> mengalami 'perlakuan' kurang patut diperusahaan. Menyimak
> kompleksnya permasalahan yang dihadapinya, tidaklah mudah untuk
> meresponnya. Tetapi, tepat sehari sebelum saya menerima email itu,
> saya bertemu dengan seorang sahabat lama. Bagi saya, beliau bukan
> sekedar sahabat; melainkan juga seorang mentor. Puncak karir beliau
> adalah Direktur Pengembangan Bisnis pada sebuah perusahaan
> multinasional dengan pengalaman kerja 20 tahun.
>> Dia bangga dengan pencapaiannya. Dan dia tahu kualitas dirinya yang
> tinggi. Namun, suatu ketika perusahaan memintanya untuk menduduki
> sebuah jabatan lain. Jabatan itu levelnya bukan Direktur, melainkan
> manager biasa. Jelas, orang ini diturunkan pangkatnya. Dan yang
> lebih menarik lagi adalah: posisi baru yang harus dipegangnya adalah
> sebuah posisi yang sebelumnya berada langsung dibawah
> kepemimpinannya. Sedangkan posisi direktur kini diduduki oleh orang
> lain. Itu terjadi tahun 2002. Dan orang itu - dengan segala kualitas
> diri yang dimilikinya - ketika bertemu dengan saya kemarin; menjadi
> orang yang lebih berhasil dari sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa
> emas tetaplah emas, meskipun terbenam dalam tanah berlumpur.
> Saya sendiri mempunyai prinsip pribadi yang berbunyi; 'bersiap-siap
> seolah akan terkena phk besok pagi.' Dengan prinsip itu, sedari
> sekarang saya mulai mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Saya
> belajar banyak hal hari ini, supaya besok bisa menjaga diri. Jika
> besok pagi saya mendapatkan phk itu, sekurang-kurangnya secara
> mental saya sudah menjadi lebih siap. Sehingga, bebannya mungkin
> akan menjadi lebih ringan. Apakah anda juga demikian?
> Hore,
> Hari Baru!>

> Catatan Kaki:
> Jika kita berani menaiki sebuah kapal pesiar, maka pasti itu karena
> kita yakin bahwa kapal itu akan sampai dengan selamat ketempat
> tujuan. Namun, pasti kita akan merindukan sebuah sekoci jika sesuatu> yang tidak diharapkan terjadi.>>>>>>

Tidak ada komentar: